BI : QRIS Diterima Luas di Sulawesi Tenggara

Timotus Radika

Kendari, Sulawesi Tenggara – Implementasi dan pertumbuhan penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan tren peningkatan yang signifikan, didorong oleh kebutuhan masyarakat akan pembayaran nontunai yang praktis di era digital.

Namun, Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tenggara mengakui masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait infrastruktur, internet, dan literasi digital di wilayah tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Timotus Radika, Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara, dalam Capacity Building Media yang digelar di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (13/11/2025).

Timotus Radika menjelaskan bahwa secara umum, wilayah Indonesia Timur, khususnya Sultra, memiliki tantangan yang “cukup challenging” dalam hal akselerasi ekonomi digital.

“Di wilayah Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Tenggara, itu memang masih cukup challenging karena banyak hal yang menjadi hal yang harus kita dorong lebih lanjut lagi dalam meningkatkan akses ekonomi digital. Misalnya infrastruktur juga, internet, kendala, literasi itu juga masih perlu kita edukasi bareng-bareng,” ujar Timotus.

Meskipun demikian, pertumbuhan pengguna dan transaksi QRIS di Sultra terbilang pesat. Hal ini didukung oleh kemudahan yang ditawarkan oleh pembayaran nontunai, di mana masyarakat kini cenderung memilih bertransaksi hanya dengan membawa ponsel.

QRIS pertama kali diluncurkan pada 17 Agustus 2019 dan telah menunjukkan penerimaan yang luar biasa di masyarakat, terutama setelah adanya perubahan mindset yang dipercepat oleh pandemi.

“Mengubah mindset dari konvensional ke digital itu cukup susah dan cukup challenging buat Bank Indonesia. Cuma karena pandemi juga, ini salah satu alternatif yang sekarang bisa diterima oleh masyarakat, karena simpel juga,” tambahnya.

Fitur QRIS terus dikembangkan di bawah prinsip CEMUMUDAH (Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Handal).

Inovasi terbaru mencakup QRIS Cross Border, yang memungkinkan pengguna bertransaksi di negara-negara yang sudah bekerja sama (seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Jepang) tanpa perlu menukar mata uang asing, cukup menggunakan aplikasi pembayaran dalam negeri.

Data menunjukkan bahwa secara umum, statistik QRIS (pengguna, volume, merchant, dan nominal transaksi) di Sultra cenderung naik, meskipun data memiliki sedikit lag waktu (data Oktober baru tersedia pada bulan berikutnya).

BI Sultra optimis karena masih banyak potensi segmen yang belum terjamah di luar kota besar seperti Kendari, seperti di daerah Bombana, Konawe, dan Wakatobi.

Pemanfaatan QRIS mencakup hampir semua sektor, mulai dari pariwisata (seperti Kebun Raya Kota Kendari yang sudah menerima QRIS), UMKM, transportasi, kesehatan, hingga keagamaan (kotak amal di beberapa masjid).

Yang paling ditekankan, QRIS sangat membantu UMKM. Selain kepraktisan dan menghindari risiko uang palsu, penggunaan QRIS dapat membangun profil kredit keuangan UMKM yang lebih baik.

“Harapannya dengan QRIS, karena dia ada transaksi real-time tercatat di aplikasi, jadi bisa lebih mudah untuk didata, dibuatkan pembukuan yang lebih terstruktur,” jelas Timotus, mengatasi kendala pembukuan yang kerap dialami UMKM saat mengajukan pendanaan ke perbankan.

Menanggapi pertanyaan mengenai dampak pembayaran digital terhadap kebijakan moneter, perwakilan BI Sultra menjelaskan bahwa percepatan perputaran uang (velocity of money) yang dimungkinkan oleh QRIS akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Dengan adanya QRIS, kan makin cepat tuh uang akan ke mana-ke mana ya. Nah, dengan kayak gitu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” pungkasnya.

Penulis : Agus Setiawan

Exit mobile version