Ekspor Sulawesi Tenggara Agustus 2025 Turun 12,40 Persen Jadi US$278,46 Juta

Kendari, Sulawesi Tenggara – Nilai ekspor Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Agustus 2025 tercatat mengalami penurunan signifikan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra, nilai ekspor tercatat sebesar US$278,46 juta, atau turun 12,40 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai US$317,87 juta.

Kepala BPS Sultra, Andi Kurniawan, menjelaskan bahwa penurunan ini didorong oleh anjloknya nilai ekspor komoditas utama Sultra, yakni besi dan baja.

“Penurunan Ekspor Sulawesi Tenggara Agustus 2025 terjadi pada komoditas besi dan baja senilai US$44,29 juta atau turun 14,00 persen,” ujar Andi Kurniawan.

Sejalan dengan nilai, volume ekspor Sultra pada Agustus 2025 juga turun 10,40 persen, dari 230,18 ribu ton menjadi 206,23 ribu ton.

Dominasi Industri Pengolahan dan Tiongkok

Secara kumulatif, periode Januari hingga Agustus 2025, ekspor Sultra masih didominasi oleh sektor industri pengolahan yang menyumbang US$2.422,43 juta atau 99,64 persen dari total ekspor.

Meskipun demikian, angka ini masih tercatat turun 6,13 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Negara tujuan ekspor terbesar Sultra adalah Tiongkok, yang menyerap hingga 93,59 persen dari total ekspor dengan nilai US$2.275,22 juta.

Nilai Impor Turun, Neraca Perdagangan Tetap Surplus

Di sisi impor, Sultra juga mencatatkan penurunan. Nilai impor Agustus 2025 mencapai US$101,94 juta, atau turun 17,56 persen dibandingkan Agustus 2024.

Penurunan terbesar pada impor adalah golongan barang bahan bakar mineral senilai US$24,32 juta (turun 25,21 persen).

Meskipun terjadi penurunan di kedua sisi, Sultra berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2025 sebesar US$176,52 juta, karena nilai ekspor (US278,46 juta) jauh lebih tinggi dibandingkan nilai impor (US101,94 juta).

Sementara itu, secara golongan penggunaan barang periode Januari-Agustus 2025, impor bahan baku/penolong dan barang konsumsi mengalami penurunan, namun impor barang modal justru mengalami kenaikan signifikan sebesar 18,85 persen.

Editor : Agus Setiawan

Exit mobile version