RADARKENDARI.ID – Kendari, Sulawesi Tenggara – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM., menegaskan bahwa literasi digital adalah kunci untuk membentuk cara berpikir kritis yang membangun dan solutif demi merawat kualitas demokrasi.
Penegasan ini disampaikan Ridwan saat menjadi narasumber utama dalam Seminar Literasi Digital bertema Merawat Demokrasi, Menangkal Disinformasi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI di Hotel Claro Kendari, Kamis (2/10/2025).
Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari akademisi Universitas Halu Oleo (UHO), praktisi komunikasi, pegiat literasi, guru, pelajar, mahasiswa, komunitas jurnalis, hingga perwakilan pemerintah daerah.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat kesadaran masyarakat Sultra sebagai benteng utama dalam menjaga kualitas demokrasi dari ancaman disinformasi di ruang digital.
Dalam pemaparannya yang berjudul “Sultra Digital Berdaya, Membangun Literasi Konten Etis Lintas Generasi”, Kadis Kominfo Sultra menekankan perbedaan mendasar antara literasi dan sosialisasi.
“Kita sering mendengar kata literasi, dan kadang disamakan dengan sosialisasi. Padahal literasi adalah kemampuan membangun cara berpikir kritis, yang bukan hanya sekadar mengkritik, melainkan kritis yang solutif, kritis yang membangun, serta bisa berkolaborasi dengan pemerintah dalam mewujudkan Sulawesi Tenggara yang sejahtera,” ujar Ridwan.
Ridwan mencontohkan keberhasilan masyarakat Sultra dalam menghadapi aksi demonstrasi yang berjalan tertib.
“Sultra mencatat rekor terbaik, demo kita berjalan dengan luar biasa tanpa masalah. Ini berarti kita sudah menjadi masyarakat yang berdemokrasi secara cerdas, dan itu patut diapresiasi,” tambahnya.
Tantangan dan Infrastruktur Digital Sultra
Menurut data yang dipaparkannya, tingkat penetrasi digital di Sulawesi Tenggara sudah mencapai 73,9 persen atau sekitar 2 juta pengguna dari total 2,8 juta penduduk.
Angka ini menuntut kesadaran etis karena setiap individu kini berperan ganda sebagai konsumen dan produsen konten digital, yang juga rentan terhadap hoaks, ujaran kebencian, penipuan online, judi online, hingga kebocoran data.
Meskipun penetrasi tinggi, Ridwan mengungkapkan tantangan besar di sektor infrastruktur.
“Di 17 kabupaten/kota masih ada daerah yang tidak sekadar blank spot, tapi zero akses. Ini menjadi pekerjaan besar bagi kita,” ungkapnya.
Untuk memperkuat literasi, Dinas Kominfo Sultra aktif menyasar berbagai komunitas, menjadikan mahasiswa, wartawan, guru, dan pemerintah sebagai “agent of change”.
Upaya edukasi literasi ini telah dilakukan sejak tahun 2004 bekerja sama dengan RRI dan sekolah, dan akan diperluas melalui Komunitas Informasi Masyarakat (KIM) tahun depan.
Ridwan menekankan bahwa literasi digital mencakup empat pilar utama: kecakapan digital, keamanan digital, etika digital, dan budaya digital.
“Tantangan literasi digital di era ini tidak hanya dihadapi generasi muda, tetapi juga generasi tua,” tegasnya, menyoroti fenomena oversharing data pribadi, cyberbullying, dan kecenderungan mudah percaya hoaks.
“Karena itu, kita harus bersama-sama mendorong masyarakat Sultra untuk tidak hanya melek digital, tetapi juga cerdas, kritis, dan etis dalam memanfaatkan ruang digital. Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, tetapi juga kesadaran etis dan tanggung jawab dalam menjaga demokrasi,” pungkas Kadis Kominfo Sultra.
Editor : Agus Setiawan
Discussion about this post