Tahun 2023 sudah di depan mata. Banyak pengamat ekonomi yang memprediksi bahwa tahun 2023 adalah Tahun resesi, tahun yang tidak mempunyai ketidakpastian, tahun yang suram, dan tahun yang banyak persoalan.
Resesi menurut wikipedia adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Sementara menurut BFI Finance Resesi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk.
Resesi Tahun 2023 diperkirakan banyak penyebabnya. Antara lain kondisi global yang tidak menentu akibat adanya pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, perang Rusia-Ukrania yang belum usai, kenaikan suku bunga oleh Bank sentral.
Sebagaimana kita ketahui, pandemi Covid-19 telah merubah banyak struktur ekonomi. Konsentrasi pemerintah terhadap penanganan pandemi Covid-19 melebihi kegiatan perekonomian lainnya.
Namun demikian, apa yang dilakukan pemerintah dapat kita rasakan dampaknya sekarang. Ekonomi mulai pulih dan kasus terpapar Covid-19 juga mulai melandai, walaupun kita tidak boleh lengah dengan Covid-19. Pulihnya ekonomi Indonesia juga berdampak terhadap investasi yang dilakukan oleh warga negara tidak terkecuali generasi milenial.
Generasi milenial adalah generasi yang hidup di dalam lingkungan kemudahan informasi. Berbagai informasi dapat dilahap mereka hanya melalui gawai yang dimiliki. Informasi resesi ekonomi 2023 tentunya sudah mereka dapat dari berbagai pengamat ekonomi. Tindakan apa yang harus dilakukan serta bagaimana memanfaatkan peluang di saat resesi tersebut. Termasuk diantaranya adalah melaksanakan investasi.
Berbagai macam alasan orang untuk melakukan investasi. Ada yang bertujuan sebagai bekal di masa depan, ada yang bertujuan untuk persiapan pensiun, ada yang bertujuan untuk biaya pendidikan anak, ada yang bertujuan untuk persiapan masa krisis, ada yang bertujuan sebagai gaya hidup, dan tujuan-tujuan lainnya.
Dahulu orang tua kita melakukan investasi dengan cara konvensional, diantaranya dengan membeli tanah, membangun rumah untuk dijual, dan menyimpan emas. Sementara investasi yang ada saat ini sudah bermacam-macam, antara lain Reksadana, Obligasi, dan Saham, dan ini semua sudah dilakukan generasi milenial.
Investasi yang ada saat ini ternyata didominasi oleh kaum milenial. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dalam berita pers 9 Juli 2022 menyatakan bahwa pada akhir semester I tahun 2022, jumlah Single Investor Identification (SID) telah mencapai 4.002.289, dimana investor saham didominasi oleh investor berusia di bawah 40 tahun, yaitu gen z dan milenial sebesar 81,64%. Sementara pada Obligasi Republik Indonesia (ORI) disebut oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan bahwa sekitar 58%.
Investor generasi milenial mendominasi pembelian instrumen Surat Berharga Negara (SBN) Ritel.
Generasi milenial berani melakukan hal demikian karena mereka telah mempelajari bagaimana memilih investasi yang baik dan menguntungkan.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam berinvestasi, yaitu investasi harus aman, mudah, logis atau masuk akal.
Investasi harus aman artinya investasi tersebut telah dijamin oleh aturan yang berlaku di Indonesia.
Bukan investasi yang abal-abal usaha invesasinya tidak terdaftar pada lembaga yang berwenang. Investasi yang mudah maksudnya adalah dapat dilakukan oleh siapapun dengan menggunakan mekanisme yang tidak sulit. Pembuatan rekening investasi dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi dan modal yang disetorkan tidak melulu bernilai jutaan rupiah termasuk dalam kemudahan berinvestasi.
Sementara untuk investasi yang logis, dapat berupa tahapan-tahapan untuk mendapatkan keuntungan secara bertahap. Apabila investasi itu menjanjikan keuntungan dalam waktu singkat, patut dicurigai bahwa investasi tersebut adalah “investasi bodong”.
Menghadapi situasi ekonomi yang tidak menentu di tahun 2023 dapat dilakukan dengan pengambilan investasi jangka panjang. Kita kurangi konsumsi yang kurang efektif dan kita investasikan modal kita untuk jangka panjang.
Seandainya harga saham suatu perusahaan sedang turun sementara saham tersebut termasuk saham blue chip atau saham yang kondisi perusahaan sudah stabil maka saat yang tepat untuk membeli dan menyimpannya untuk menunggu saat yang tepat untuk dijual kembali. Demikian juga dengan reksadana dan obligasi pemerintah, rata-rata imbal balik yang diberikan di atas deposito perbankan.
Resesi ekonomi yang terjadi di tahun 2023, apabila kita hadapi secara bijak, diharapkan tidak akan menambah parah resesi yang ada. Para milenial yang telah melek investasi patut kita ikuti. Belum terlambat untuk investasi karena masih banyak harapan keuntungan yang akan kita terima di masa yang akan datang. (*)
Discussion about this post