JAKARTA — Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada hari Selasa, 23 September 2025, menuai pujian luas.
Pidato tersebut dinilai berhasil menempatkan Prabowo sebagai pemimpin alternatif dunia yang patut diperhitungkan, terutama karena tawaran pendekatan baru untuk mengakhiri konflik global dan ajakan kolaborasi demi kesejahteraan bersama.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Geopolitik GREAT Institute, Dr. Teguh Santosa, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Rabu, 24 September 2025.
Reaksi Positif dan Perbandingan dengan Bung Karno
Teguh Santosa menyebut pidato Prabowo sebagai “salah satu pidato terbaik sidang Majelis Umum PBB tahun ini” dan memprediksi akan dikenang lama, menyamai resonansi pidato Presiden Sukarno di PBB tahun 1960 yang bertajuk To Build the World Anew.
Dalam sidang tersebut, Prabowo berpidato sebagai pembicara ketiga, setelah Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurut Teguh, jika pidato Trump terasa “hambar” dan kurang menarik perhatian serius, sebaliknya, pidato Prabowo mendapat sambutan hangat dan pujian.
Menawarkan Solidaritas dan Menentang Kekuatan Penindas
Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan bahwa Prabowo tidak hanya menyerukan persatuan kemanusiaan yang memandang setara semua ras, agama, dan kebangsaan, tetapi juga menguraikan tantangan dunia di era ketidakpastian.
“Dengan memaparkan pengalaman Indonesia dari era penjajahan hingga menjadi salah satu pemain kunci di dunia, Presiden Prabowo memastikan bahwa solidaritas internasional merupakan modal utama yang dibutuhkan untuk menciptakan perdamaian hakiki,” ujar Teguh.
Lebih lanjut, Teguh memuji keberanian Prabowo mengajak pemimpin dunia untuk mengakhiri “doktrin Thucydides”.
Doktrin yang berasal dari sejarawan Yunani kuno itu menyatakan bahwa negara kuat dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan, sementara negara lemah akan menderita di bawah penindasan mereka.
Doktrin inilah yang dinilai memberikan justifikasi bagi penjajahan dan penindasan bangsa-bangsa di muka bumi.
Dukungan Konkret untuk Palestina
Terkait isu Palestina, Teguh Santosa menilai Prabowo dan Indonesia menunjukkan sikap tidak omon-omon (sekadar bicara tanpa aksi) dan tidak menjadikan penderitaan Palestina sebagai poster politik semata.
Mengingat kesediaan Indonesia mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Palestina, Teguh menyarankan agar negara-negara Eropa dan sekutu Israel yang telah mengubah pandangan mereka mengenai kemerdekaan Palestina juga ikut mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk mendukung langkah konkret tersebut.
Editor : Agus Setiawan
Discussion about this post