RADARKENDARI.ID-Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan komitmen kuat dalam mengendalikan inflasi menjelang bulan suci Ramadhan dengan menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra. Pertemuan ini digelar Pemprov Sultra usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) rutin mingguan TPID yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara virtual dan dipimpin langsung oleh Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, dan diikuti oleh seluruh pemerintah provinsi serta kabupaten/kota se Indonesia, pada Senin (24/02/2025)
Dalam pertemuan tersebut, Tomsi Tohir menegaskan pentingnya upaya konkret di daerah untuk menjaga stabilitas harga menjelang Ramadhan.
Ia meminta kepala daerah untuk segera melakukan pengecekan dan identifikasi penyebab kenaikan harga guna memastikan stabilitas harga selama Ramadhan dan Idul Fitri.
“Pemerintah Pusat berharap harga-harga dapat dikendalikan dan tidak terjadi lonjakan, terutama pada komoditas yang mengalami kenaikan signifikan seperti minyak goreng, gula pasir, dan cabai merah,” ujar Tomsi.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Pemprov Sultra langsung menggelar High Level Meeting (HLM) TPID Sultra yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sultra, H. Asrun Lio, yang juga merupakan Ketua Harian TPID. Dalam rapat ini, Asrun Lio memaparkan bahwa Indeks Perkembangan Harga (IPH) Sulawesi Tenggara pada minggu ketiga Februari 2025 mencapai 0,32%, menempatkan Sultra pada posisi ke-3 dari 38 provinsi.
“Komoditas utama yang berkontribusi terhadap kenaikan IPH ini adalah daging ayam ras, beras, dan cabai merah. Kenaikan tersebut cukup signifikan dibandingkan minggu sebelumnya yang masih berada pada angka 0,00%,”paparnya.
Lebih lanjut, IPH tertinggi di Sultra tercatat di Kabupaten Bombana dengan angka 4,38%, yang dipicu oleh kenaikan harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah. Sementara itu, Kabupaten Buton mencatat IPH terendah dengan angka -1,25%, dengan komoditas utama yang menyumbang penurunan harga yaitu cabai merah, cabai rawit, dan telur ayam ras.
“Data juga menunjukkan bahwa dari 13 kabupaten/kota non-IHK di Sultra, sembilan kabupaten mengalami penurunan IPH, sementara empat lainnya mengalami kenaikan,”ungkapnya.
Untuk memastikan stabilitas harga, TPID Sultra menekankan pentingnya koordinasi dengan kabupaten/kota yang mengalami lonjakan harga, seperti Kabupaten Bombana dan Kabupaten Muna. “Kami juga meminta Dinas terkait untuk mengidentifikasi penyebab kenaikan harga di wilayah tersebut, serta memastikan keakuratan data yang diinput oleh petugas di lapangan,”tegasnya.
Selain itu, Pemprov Sultra juga akan meningkatkan koordinasi lintas sektor, terutama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), guna mengantisipasi dampak cuaca terhadap produksi pangan. TPID juga akan melakukan pemantauan langsung ke pasar tradisional dan distributor guna memastikan stok dan harga tetap terkendali.
Komoditas yang menjadi fokus pemantauan meliputi beras, bawang putih, gula konsumsi, cabai merah, dan minyak goreng. Selain itu, Dinas Perdagangan diinstruksikan untuk menggelar operasi pasar murah guna membantu masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
Sebagai langkah konkret lainnya, Rakor Satgas Ketahanan Pangan akan segera digelar untuk menindaklanjuti hasil pemantauan di lapangan. Rakor ini akan menjadi wadah bagi instansi terkait untuk menyusun strategi dalam menghadapi tantangan inflasi dan menjaga stabilitas harga di Sultra.
“Dengan berbagai langkah strategis ini, Pemprov Sultra optimistis dapat mengendalikan inflasi dan memastikan masyarakat dapat menjalani bulan Ramadhan dengan harga kebutuhan pokok yang stabil dan terjangkau,”pungkasnya.
Dalam rakor tersebut, hadir pula para pejabat tinggi dari lingkup Pemprov Sultra, di antaranya Staf Ahli Gubernur, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, serta para kepala dinas dari berbagai sektor terkait, seperti Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta perwakilan dari Bank Indonesia dan Bulog. (adm)
Discussion about this post