Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulawesi Tenggara (Sultra) Jaelani dinilai memberikan kejutan usai namanya masuk 6 besar calon anggota legislatif DPR RI berdasarkan quick count lembaga survei The Haluoleo Institute (THI).
Dalam quick count THI, PKB berada di peringkat lima perolehan kursi DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Tenggara (Sultra). Jaelani merupakan caleg yang banyak menyumbangkan suara untuk PKB kurang lebih 77,67 persen.
Salah satu dosen Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari La Ode Efrianto menyebut, masuknya Jaelani di daftar 6 caleg yang lolos di DPR RI, sangat mengejutkan.
“Tentu ini mengejutkan sekali dan tidak diperkirakan oleh elit politik lain. Bahkan mampu mengalahkan perolehan suara Golkar yang diisi oleh Ridwan Bae, notabene incumbent, serta partai lain yang tidak masuk 6 besar,” katanya.
Merujuk dari quick count THI, Efrianto menyebut, ada tiga partai yang tidak lolos 6 besar, namun memiliki caleg potensial seperti PAN, PKS dan PPP.
Di PAN ada Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Saleh, PKS ada La Ode Ida yang juga mantan anggota DPD RI serta PPP ada mantan Pangdam, Andi Sumangerukka.
“Selain mengalahkan suara Golkar, PKB juga mampu menyisihkan PAN, PKS dan PPP di enam besar,” kata Efrianto.
Ia mengungkapkan, tiga nama yang tersisih dalam perebutan kursi itu tentunya memiliki latar belakang, nama besar serta materi yang lebih mentereng dibandingkan Jaelani.
Namun, kata dia, Jaelani membuktikan bahwa kemenangan dalam politik tidak hanya ditentukan oleh satu indikator saja, melainkan beragam indikator.
Menurutnya, ada banyak indikator sehingga suara Jaelani membeludak di 17 kabupaten dan kota di Sultra.
Pertama, sebut Efrianto, Jaelani adalah politisi muda yang mampu menggaet anak-anak muda menjadi tim suksesnya hingga di akar rumput.
“Sepertinya, figur Jaelani ini pintar membentuk kekuatan tim yang rapi bekerja. Berdasarkan real count KPU yang terus diupdate, suara Jaelani ada di setiap TPS. Ini artinya, timnya ada hingga di berbagai TPS,” jelasnya.
Kedua, lanjut dia, Jaelani selalu mengangkat isu desa. Dimana, kata dia, desa adalah basis pemilih yang paling mendasar. Menurut dia, jika calon anggota legislatif melakukan kunjungan langsung di desa-desa, sudah pasti akan berdampak pada elektoralnya.
“Kita tahu, pak Jaelani ini memiliki tagline lebih dekat dengan desa. Bahkan melakukan kunjungan di desa-desa jauh sebelum momen politik,” ujarnya.
Ketiga, sebut Efrianto, Jaelani memanfaatkan media sosial, khususnya Youtube untuk mempopulerkan potensi desa yang dikunjunginya.
Menurutnya, pemanfaatan media sosial di setiap kunjungan, apalagi mengangkat potensi desa, menjadi kredit poin bagi seorang politisi.
“Setelah kami melakukan kajian, ternyata konten-konten yang lebih humanis ini bikin seorang politisi makin dekat dengan pemilihnya. Positifnya, pak Jaelani memulai konten itu jauh sebelum momen politik,” katanya.
Diketahui, selain menjadi politisi, Jaelani juga aktif sebagai pegiat desa. Selalu memperjuangkan kepentingan desa, salah satunya memperjuangkan anggaran desa Rp5 miliar.
Keempat, tambah Efrianto, Jaelani mampu menjahit tim menjadi kekuatan yang lebih solid dan militan. Sosoknya yang masih muda, memudahkan dirinya menggaet kawula muda untuk bergabung dalam timnya.
“Tentu, politisi itu baiknya memiliki daya jelajah yang baik hingga ke pelosok. Itu poin yang dimiliki pak Jaelani,” imbuhnya.
Berdasarkan data real count KPU pada 17 Februari 2024, pukul 19.50 WITa, PKB sudah meraup 79.670 suara. Jaelani menyumbang 65.654 suara.
Potensi penambahan suara masih akan terus berlanjut karena data yang masuk baru 63 persen lebih dari seluruh TPS di Sulawesi Tenggara.
“Artinya relefan dengan survei THI bahwa perolehan suara PKB masuk 5 besar. Saat ini, pak Jaelani memimpin perolehan suara caleg dari seluruh caleg DPR RI dapil Sultra,” imbuhnya.
Efrianto menuturkan, perolehan suara Jaelani ini mematahkan pandangan politik selama ini bahwa yang bisa memenangkan pertarungan elektoral adalah mereka yang memiliki trah kekuasaan, materi hingga nama besar.
“Jadi, pak Jaelani ini tidak punya trah kekuasaan. Kalau bicara materi, dibandingkan dengan calon lain pasti jauh, termasuk beliau memiliki nama hanya memimpin PKB,” tuturnya.
Bagi Efrianto, munculnya nama Jaelani dalam percaturan politik di Sulawesi Tenggara, menegaskan bahwa PKB tidak bisa lagi dinilai sebagai partai menengah.
“Sekarang sudah bisa masuk di level elit. Bisa mengalahkan PAN yang berkuasa puluhan tahun di Sultra. Termasuk Golkar. Ini pencapaian luar biasa bagi PKB di bawah kepemimpinan Jaelani,” katanya.
Terlebih, kata dia, Jaelani masih berusia muda. Memiliki potensi yang sangat besar di Sulawesi Tenggara dan bagian dari aset politik bagi tanah kelahirannya, di Muna.
“Kita tahu, politisi di Muna sudah kebanyakan memiliki usia di atas 60 tahun. Dengan munculnya Jaelani ini, ada regenerasi politisi dan bisa mewarnai perpolitikan di Sulawesi Tenggara nantinya,” pungkasnya.(rls)
Discussion about this post