Kendari – Menjelang jadwal pencocokan objek perkara dan eksekusi di lahan “Tapak Kuda”, pihak Koperasi Perikanan Soananto (Koperson) selaku pemilik Hak Guna Usaha (HGU) angkat bicara terkait klaim Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dilayangkan oleh Rumah Sakit (RS) Aliah.
Kuasa Khusus Koperson, Fianus Arung, dengan tegas menyatakan bahwa SHM yang diklaim oleh pihak RS Aliah adalah cacat secara administrasi dan yuridis karena terbit di atas tanah yang masih berstatus HGU milik Koperson.
“Pihak RS Aliah sebenarnya sudah tahu, hanya saja pura-pura tidak tahu. Klaim oleh dr. Sukirman/RS Aliah adalah klaim sia-sia,” tegas Fianus Arung pada Jumat (3/10/2025).
SHM di Atas HGU Cacat Hukum
Menurut Fianus Arung, berdasarkan Pasal 22 UUPA No. 5 Tahun 1960, Hak Milik hanya dapat diberikan atas tanah negara yang tidak dibebani hak lain.
Sementara, lahan yang ditempati RS Aliah hingga kini masih berstatus HGU Koperson, dan tidak ada perubahan status dari Kementerian ATR/BPN.
“SHM yang diklaim RS Aliah adalah cacat administrasi karena terbit di atas tanah HGU. Secara hukum, sertifikat yang terbit di atas lokasi tersebut tidak berkekuatan hukum,” jelasnya.
Semua Perlawanan Sudah Kandas di Pengadilan
Fianus juga menyoroti bahwa upaya hukum untuk melawan eksekusi di atas tiga hamparan lahan HGU Koperson telah tuntas dan dimenangkan oleh Koperson, termasuk gugatan yang mencakup hamparan lokasi RS Aliah.
Ia menyebutkan tiga contoh nyata putusan Pengadilan Negeri (PN) Kendari yang menolak perlawanan (derden verzet) dari pihak pengklaim, yaitu:
* Perlawanan oleh Drs. La Ata (Hamparan pertama). Putusan No. 16/pdt.Plw/2017/PN.KDI: Ditolak.
* Perlawanan oleh H. Amirudin dan kawan-kawan (Hamparan kedua, termasuk RS Aliah). Putusan No. 13/Pdt.pLW/2017/PN.KDI: Ditolak.
* Perlawanan oleh Husein Awad/Hotel Zahra (Hamparan ketiga). Putusan No. 16/Pdt.Plw/2017/PN.KDI: Ditolak.
“Amar putusan tersebut jelas menyatakan bahwa ‘sertifikat yang ada di atas lokasi tersebut tidak berkekuatan hukum’. Putusan yang sudah inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum tetap) tidak bisa diganggu gugat lagi,” kata Fianus.
Ancaman Pidana bagi Penghambat Eksekusi
Mengingat proses sita eksekusi telah ditetapkan oleh PN Kendari sejak tahun 2018, Fianus Arung mengingatkan semua pihak, termasuk RS Aliah, untuk tunduk pada perintah hukum dan negara.
Ia juga berpesan agar pihak RS Aliah tidak menjadikan pasien sebagai tameng untuk menghalangi jalannya eksekusi, karena hal itu dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice (Pasal 221 KUHP) atau melawan perintah pejabat berwenang (Pasal 212 dan 216 KUHP).
“Kami selaku kuasa khusus bersama relawan keadilan tidak akan segan untuk lakukan upaya hukum bagi pihak atau oknum yang lakukan perlawanan atau menghambat proses eksekusi. Bagi pelaksanaan demi tegaknya supremasi hukum, maka tidak pandang bulu. Mau dia dokter, Profesor, dosen atau pejabat negara sekali pun, tetap tunduk!” tutup Fianus.
Editor : Agus Setiawan
Discussion about this post